Santri
Anti Galau
Tok..tok...,
suara pintu kamar diketuk. Begitu pintu membuka, nampak hadir di depan Budi
seorang teman yang telah rapi. Sya’ron, teman budi berpamitan ingin pergi.
Tidak seperti biasanya, kali ini semua pakaian yang ada dilemarinyapun ikut
dikemas dalam sebuah koper besar. Budi yang sedari tadi tiduran kini mulai
beranjak dari tempatnya, ia seakan tidak percaya jika temannya itu ingin pergi
meninggalannya. Teman seangkatan masuk sebuah pondok pesantren kini musti boyong
lebih dulu. Patner ngantri ngaji kini telah berpamitan untuk menuju
persinggahan yang lain. Budi hanya bisa terdiam, tak mengeluarkan kata apapun
selain bertanya “apakah hal ini benar, tidak mimpikan?”. “Benar, ini tidak
mimpi. Aku akan pindah ke luar jawa.” Jawab singkat Sya’ron.
Budi
merupakan salah seorang mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Selain berstatus sebagai
mahasiswa ia juga berstatus sebagai santri, tepatnya santri PonPes Almunawwir
Krapyak Yogyakarta. Madrasah Huffad 1 merupakan komplek yang ditempati Sya’ron
dan Budi. Mereka berdua sudah dua tahun berada di PonPes tersebut. Dalam dua
tahun tersebut, banyak hal yang telah dilalui mereka dalam proses menghafal
Al-qur’an. Khatam 30 juz merupakan target mereka berdua, sayangnya budi kalah
cepat dalam mencapi target. Sya’ron yang kesehariannya dihabiskan di pondok,
membuat ia lebih cepat mengkhatamkan Al-Qur’an ketimbang budi. Sya’ron
merupakan salah satu mahasiswa Ma’had Ally Almunawwir.
Aktifitas
Budi sebagai mahasiswa UIN, mengharuskan Budi untuk membagi waktu antara berada
di PonPes dengan berada di kampus. Jarak kampus Budi dengan PonPes lumayan
jauh, berbeda dengan Sya’ron. Ma’had Ally merupakan semacam kelas pengkajian
kitab-kitab kuning secara mendalam, selain itu juga mempelajari katab-kitab
tebal di PonPes. Inilah yang membedakan mereka. Meski Sya’ron berstatus
mahasiswa tetapi tetap saja mahasiswa yang masih belajar dalam satu naungan
PonPes sedangkan Budi merupakan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, yaitu lembaga
yang berbeda dengan PonPes Almunawwir.
Sehari
setelah kepergian Sya’ron, Budi baru mengetahui bahwa temanya itu pindah ke Maroko, itu pun berkat informasi
yang diberikan oleh teman sekamar Sya’ron. Sya’ron memang jarang bercerita
banyak dengan Budi. Teman Budi yang satu ini merupakan teman yang nampak
berbeda dengan yang lainnya. Sedikit bicara banyak bertindak, inilah yang
seakan menjadi semboyan Sya’ron. Seorang teman yang telah menjabat sebagai
seksi pendidikan ini sering kali mengajak teman-teman yang lain untuk ngantri
ngaji. Berangkat awal dan pulang paling akhir senantiasa menjadi ciri khas
Sya’ron, sampai-sampai banyak kalangan santri yang menyebutnya sebagai santri
anti galau. Tiap santri hanya bisa bertahan beberapa jam dalam
menghafal, berbeda dengan Sya’ron, ia bisa sampai berjam-jam.
Dalam
hati Budi hanya bisa menyesal dan merasa betapa ruginya ia. Waktu dua tahun
ternyata bisa membuat temannya khatam
sedangkan ia 10 juz pun belum lancar. Berbeda semangat memang membuat jarak
yang berbeda antara mereka. Santri anti galau itu senantiasa
menghabiskan waktunya dengan mushaf, sedangkan budi hanya bisa menghabiskan
waktunya dengan laptop maupun HP, mushaf hanya dipegang beberapa jam dalam tiap
harinya. Pernah suatu hari budi mencoba meniru Sya’ron, yaitu ngaji berjam-jam dalam sehari ternyata tidak genap
satu minggu budi tidak bisa bertahan. Istiqomah santri anti galau memang
patut diacungi jempol oleh Budi. Hal yang dilakukan Sya’ron selama dua tahun
itu terbayarkan beserta bunganya. Kini Sya’ron telah terbang menuju Maroko
untuk melanjutkan studi sebagai mahasiswa yang mendapat beasiswa dari negara
dan asyiknya kini juga ia telah berhasil khatam 30 juz sesuai dengan mimpinya.
3Byhq
Yogyakarta,
13-09-13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar