Kang Tiut sedang berfikir keras dengan agenda peringatan hari santri nasional yaitu tanggal 22 Oktober. Dalam benak kang Tiut, ia merasa gegana (gejala galau merana). Sebelum-sebelumnya belum pernah ada acara peringatan hari santri, sudah lima tahun ini kang Tiut masuk dalam kepengurusan di pesantren ia tinggal, dan selama itu pula ia belum pernah melihat perayaan peringatan hari santri nasional.
"Udah kang, gak usah pusing. Kita adakan aksi damai di jalan raya saja, itu tu biar kayak mahasiswa-mahasiswa." celetuk kang Kucluk, salah seorang kawan satu kamarnya. Kang Tiut tetap saja tak merespon apa yang didengarnya. Ia masih mencoba mencari ide lainnya. "Agenda-agenda santri selama ini terkesan hanya berbau pengajian kang, tak ada salahnya mencoba usulan kang Kucluk.", ucap Ucup. Tiba-tiba wajah kang Tiut berubah, ia nampak marah dan langsung mengeluarkan kata-kata dengan intonasi kasar; "Kalian itu, pengennya ikut-ikutan mahasiswa. Kalo emang pengen ikut-ikutan, sana kalian jadi mahasiswa saja tak usah jadi santri. Santri tu mengedepankan maslahah ummah dengan cara yg khasanah. Jika kalian turun ke jalan, meskipun dengan aksi demai tetap saja kalian akan mengganggu akses masyarakat pengguna jalan, akibatnya macet berkepanjangan, apalagi jumlah santri di pesantren ini mencapai 1200 santri. Trus manfaat yang didapat santri-santri apa?"
Mendengar ucapan kang Tiut seperti itu, kang Kucluk dan Ucup pun terdiam. Kang Tiut sebenarnya juga mahasiswa salah satu universitas negeri, tetapi kang Tiut termasuk orang yang tak menyukai aksi di jalan raya. Pernah ia sesekali mengikuti aksi untuk memperjuangkan hak-hak mahasiswa terkait permasalahan UKT, tetapi aksinya tersebut dilakukan di Rektorat, gedung dimana Rektor berada. Dikala memperjuangkan hak-hak mahasiswa tersebut kang Tiut pawai sekali dalam mengkritisi tiap kebijakan kampus yang tidak sesuai.
"Hari santri itu adalah hadiah dari Indonesia untuk menghargai perjuangan para santri yang turut andil memperjuangkan kemerdekaan bangsa, musti kita juga mengisinya dengan kegiatan-kegiatan yang menguntungkan bangsa, terutama masyarakat. Jika kita melakukan aksi di jalan raya, meskipun dengan cara damai, tetap saja aksi tersebut akan merugikan masyarakat. Gimana jika ada orang yang sedang sakit dan buru-buru ke rumah sakit, eh ternyata terjebak macet akibat adanya aksi? Bisa-bisa orang yang sakit tadi tidak kuat menahan sakitnya bahkan bisa sampai memperburuk keadaannya. Nah kalo terjadi hal demikian maka aksi yang dilakukan menjadi pemicunya, dan tentunya para peserta aksi itu harus tanggung jawab dengan apa yang diperbuatnya. Kalian mau menanggung biaya berobatnya?, itupun kalo orangnya masih bisa diobati, kalo seumpama ia meninggal, kalian mau dikenai hukuman sebagaimana hukum yang ada di al-qur'an surat An-Nisa' ayat 92?." tegas kang Tiut kepada kedua rekannya.
"Oh... Begitu to kang, wah kalo sampe seperti itu imbasnya ya saya jadi takut kang." ucap Kucluk. "Wah... Mending gak usah aksi kang". Tutur Ucup menyusul ucapan Kucluk.
"Kalo begitu apa dong kang acara yang harus kita siapkan dalam menyambut hari santri?", tanya kang Kucluk kembali. "Kalo aku tahu tak mungkin aku gegana begini, udahlah mending gak usah diperingati saja. Cukup kita tahu bahwa tanggal 22 Oktober adalah hari santri, kita ramaikan dengan cara kita sendiri-sendiri. Tak perlu dikoordinir untuk melakukan sebuah even khusus, lagian perisiapan juga dirasa kurang. Kecuali kita cukup melakukan hal-hal sederhana, yaitu agenda ngaji kitab bareng di pusat diganti dengan ngaji sejarah Santri, mungkin romo yai bakalan setuju jika beliau diminta menjelaskan hal itu." tutur kang Tiut.
Yogyakarta, 21_10_15
3BYHQ
Ajang Curahan Pemikiran
Selasa, 20 Oktober 2015
Hari Santri Nasional
Senin, 23 September 2013
Bagus; Kuburan
Bertempat Tinggal di Kuburan
Anda mungkin mengira bahwa ia tinggal di daerah dekat kuburan.
Tidak! Dia tidak tinggal di daerah dekat kuburan, tapi ia tinggal di dlm kuburan itu sendiri.
Bagaimana kisahnya?
Anda mungkin tdk akan mempercayai kisah ini, krn pemuda ini lahir dari keluarga berada.
Ayah dan Ibunya orang yg terpandang dan memiliki kekayaan yg berlimpah.
Dlm pandangan masyarakat sekitar, kedua orang tua ini adalah orang tua yg sempurna,
namun orang hanya bisa menilai apa yg tampak.
Orang-orang tdk tahu bahwa kedua orang tua terpandang inilah yang memasukkan anaknya ke dlm kuburan,dan menjalani hidup selama 17 tahun di dlm kuburan!
Setiap hari, sang anak makan, minum dan tidur di dalam kuburan, yang penuh kegelapan.
Sang Anak juga hanya bisa menjalani apa yang diberikan kedua orang tuanya, tanpa perlawanan.
Menjelang ulang tahun pemuda itu yang ke-17,
orang tuanya berjanji akan mengabulkan apa pun permintaan si pemuda sebagai hadiah ulang tahunnya.
Sang pemuda berpikir, inilah saatnya dia akan mengajukan permintaannya,
ia tidak ingin lagi tinggal di kuburan, tapi apakah orang tuanya benar-benar akan mengabulkan permintaannya?
Hari itu pun tiba. Sang pemuda berulang tahun yang ke-17.
Kedua orang tuanya datang menghampiri dan menanyakan hadiah apa yang ia inginkan.
Sang pemuda menjawab, “Ayah, Ibu… saya tdk meminta banyak, saya hanya minta satu hal.” “Apa, Nak? katakanlah, Ayah dan Ibu pasti akan mengabulkan permintaanmu”
“Ayah dan Ibu berjanji?”
“Tentu, Nak. Ayah dan Ibu berjanji akan memenuhi permintaanmu, selama kami mampu.”
“Ayah… Ibu… saya tdk ingin tinggal lagi di kuburan”
“Apa? Apa maksud permintaanmu itu, Nak?”
“Ayah sudah berjanji akan mengabulkan permintaanku, dan hanya itu permohonanku, Yah.”
“Iya, Nak. Ayah sudah berjanji… tapi… tapi… Ayah tdk mengerti, Nak.”
“Ayah, sudah 17 tahun saya tinggal di sini, tapi tdk seharipun saya mendengar Ayah atau Ibu membaca Al-Quran.
Sedangkan Rasulullah pernah mengatakan bhw rumah yg tdk pernah dibacakan Al-Quran di dalamnya adalah seperti kuburan.
Saya tdk ingin tinggal lagi di kuburan, Yah.”“
”Ayah dan Ibu sang pemuda terdiam.
“Ayah dan Ibu bahkan tdk pernah mengajariku bagaimana membaca Al-Quran.
Memang rumah ini mewah, besar dan org2 melihatnya sbg istana.
Tapi mereka tdk tahu, bhw di mata Rasulullah, rumah ini seperti kuburan.
Jika Ayah dan Ibu mau menepati janji mengabulkan permintaanku, tolong Yah..
Aku tdk ingin lagi tinggal di kuburan.
Ajarilah aku membaca Al-Quran, agar rumah ini bercahaya dg cahaya Al-Quran.
”Renungan di manakah kita selama ini makan, minum, tidur dan menetap? di rumahkah? di kos kah? di kontrakan kah? atau kah di kuburan?
krn Rasulullah mengibaratkan rumah yg tdk pernah dibacakan Al-Quran di dalamnya, seperti kuburan...
Rabu, 18 September 2013
3byhq: DuniaMalam Daerah IstimewaKota pelajar,itulah sebu...
3byhq: DuniaMalam Daerah IstimewaKota pelajar,itulah sebu...: Dunia Malam Daerah Istimewa Kota pelajar, itulah sebutan yang biasanya terlontar untuk daerah istimewa ini. Siang hari, setiap jalan di k...
Mujahadah 33 Santri
Mujahadah
33 Santri
Selasa
wage, inilah rutinitas Madrasah Huffad dalam bermujahadah. Mujahadah merupakan
salah satu metode mendekatkan diri pada Sang Kholiq, bisa disebut juga sebagai
metode penunjang hafalan. Dengan bermujahdah maka sang makhluk akan semakin
dekat dengan sang kholiq sehingga apapun yang diinginkan Sang Makhluk (berhasil
menghafal al-Qur’an) akan semakin cepat dikabulkan oleh Sang Kholiq. Hal-hal
yang dibaca dalam mujahadah selasa wage merupakan surat Al-fatihah, Al-ikhlas,
Tahlil juga sholawat Ismu a’dhom.
Selasa
wage kali ini nampak beda dengan selasa wage yang lain. Adanya perkenalan
santri baru membuat prosesi Mujahadah semakin lama. Setiap santri baru yang
datang ke madrasah huffad musti memperkenalkan diri mereka, mulai dari nama,
alamat asal, asal pondok pesantren, dan hal lain yang dirasa perlu
diperbincangkan. Ajang perkenalan ini biasanya dimanfaatkan para santri baru
unutk unjuk gigi, mereka biasanya mengeluarkan karakter yang dapat menunjukkan
kualitas masing-masing. Sebagian ada yang suka memperkenalkan diri mereka
dengan menggunakan bahasa jawa, bahasa yang hampir punah pada kalangan remaja.
Sebagian lagi ada yang mencari aman yaitu menggunakan bahasa indonesia.
Kalangan santri Madrasah Huffad memang lain dari yang lain, jika pondok
pesantren lain ada yang mempertahankan adat kejawennya, Madrasah Huffad
mempersilahkan para santri untuk menunjukkan kreatifitas, bagi mereka yang suka
dengan bahasa nasional dipersilahkan mempraktekkannya dan bagi yang menyukai
bahasa lainpun tidak ada larangan.
Unik
memang, kali ini ada 33 santri baru yang memeperkenalkan diri. Jumlah segitu
merupakan rekor baru bagi Madrasah Huffad. Sebelum-sebelumnya belum pernah ada
penerimaan santri baru yang segitu banyaknya, selain kondisi Madrasah Huffad
yang menjadi komplek tervaforit juga terkenal sebagai komplek yang terkenal
sulit menerima santri baru. Bukan ada seleksi sebenarnya, tetapi masuknya
santri baru terserah oleh Romo Yai, jika beliau memandang orang yang sowan
kepada beliau merupakan orang yang pantas, maka akan beliau terima begitupun
sebaliknya. Bagi mereka yang tidak diterima biasanya disarankan untuk menempati
komplek yang lain, bisa saja komplek AB, D, J, K, Nurussalam, dan Padang jagat.
Suasana
alua Madrasah Huffad menjadi ramai setelah suasana sunyi karena khusu’
mujahadah. Perkenalan santri baru memecah kesunyian malam, berbagai macam
karakter keluar, ada yang bersuara merdu ada juga yang bersuara cempreng. Nah
suara yang cempreng inilah yang membuat santri-santri yang lain ramai akibat
menahan tawa. Soalnya para santri merasa tidak enak dengan Romo Yai jika musti
tertawa terbahak-bahak.
Satu
hal yang selalu akan diingat oleh teman-teman santri, yaitu ketika ada salah
satu santri baru yang memperkenalkan dirinya dengan mengaku-ngaku menjadi salah
satu tetangga ustad. Hal tersebut teringat bukan karena terkesan ataupun kagum
tetapi karena lucu, ustad yang bernama asli “Ulil Absor” kini disebut dengan
nama “Daum”. Memang benar sih, nama tersebut merupakan nama julukan yang
dimilikinya, bisa juga disebut sebagai nama tenar sang ustad dikalangan santri
tetapi hanya kalangan santri lama yang mengetahui julukan tersebut. Tak
disangka-sangka ternyata sang santri baru juga mengetahui julukan tersebut, dan
uniknya hal tersebut ia sebut dalam perkenalan di depan Romo Yai. Sang ustad
pun tak kuasa menahan tawa, hingga musti melarikan diri dari aula. Tak
ketinggalan para santri lain yang sedari tadi menahan tawa kini musti
melepaskan tawanya secara bersama-sama.
Mujahadah
selasa wage kali sudah terasa berbeda bagi para santri sejak sore tadi. Setiap
santri lama sudah menduka akan ada perkenalan santri baru, tidak main-main kali
ini 33 santri pasti akan berlangsung lama dan itu benar. Mujahdah selesai jam
23.30 WIB, biasanya jam 23.00 WIB itu sudah terlalu lama. Canda gurau kini tak
selesai begitu saja setelah forum selesai. Begitu santri-snatri sudah
membubarkan diri dari aula, ada sebagian yang masih teringat akan hal lucu yang
terjadi di aula tadi, hal tersebut memicu gurauan lanjutan. Momen seperti ini
memang jarang terjadi, malam mujahadah merupakan malam dimana para sntri libur
ngaji dengan romo yai, setiap santri memanfaatkan hal tersebut sebagai malam
libur yang asyik. Tiap santri sudah mempersiapakan akan melakukana apa setelah
mujahadah selesai, ada yang sudah mempersiapkan film baryu utk ditonton, ada
juga yang sudah mempersiapakan game untuk dimainkan bahkan tidak sedikit yang
sudah menyiapkan bahan-bahan makanan untuk dimasak seusai mujahadah.
Apapun
yang dilakukan oleh para santri semata-mata hanya untuk menghibur diri. Refres
otak memang diperlukan bagi kalangan santri penghafal al-Qur’an, selain
mensegarkan pikiran juga bisa merenggangkan otot-otot. Hal ini bisa membuat
semangat meghafal kembali.
3Byhq
Yogyakarta, 17-09-2013
Galau
Galau
Sebut
saja namanya Joko. Sebenarnya nama lengkapnya Jonatan Wibaskoro tetapi
teman-teman sebayanya sering memanggil dengan panggilan akrab Joko. Joko ini
pemuda yang berusia 19 tahun, sudah setahun ini ia tidak melanjutkan studynya
ke jenjang perkuliahan. Bukan karena ekonomi yang tak memadahi tetapi memang
karena belum punya niatan untuk terus maju mencari tambahan nama menjadi S.Pd
atau pun S yang lainnya.
Hari
demi hari joko lalui dengan berada di rumah. Ia tak perlu mencari kesibukan
lain karena orang tuanya mempunyai sebuah peternakan ayam dan kolam ikan yang
siap ia kelola. Tiap pagi joko selalu memberi makan ayam dan ikannya, kemudian
sedikit membersihkan lingkungan sekitar kandang dan kolam, tepat pukul 09.00
WIB biasanya joko beristirahat. Sembari ditemani secangkir kopi dan sebungkus
rokok, joko duduk-duduk di depan komputernya, jari-jemarinyapun asyik bergoyang
kesana kemari di atas keybort. Setelah sejam berlalu, pasti joko akan
menghentikan kebiasaannya tersebut kemudian sarapan dan membersihkan diri.
Tepat pukul 11.30 WIB biasanya joko sudah selesai melakukan aktifitas paginya.
Hari
ini nampak tak seperti biasanya, Joko terus terdiam dalam kamar sejak subuh
tadi, bukan karena sakit ataupun ada kesibukan yang lain. Kemarin merupakan hari
dimana Joko musti merayakan hari jadinya dengan sang pujaan hati, begitu joko
sudah bertemu dengan pujaan hatinya bukan kesenangan yang didapat tetapi
kebalikannya. Sang pujaan hati joko mengatakan padanya bahwa ia sudah dilamar
orang dan akan segera menikah. Rani sebenarnya sudah menolak tetapi kedua orang
tuanya memaksanya, bahkan sudah menerima lamaran dari Pak lurah. Dengan berat
hati Rani musti mengikuti keinginan orang tuanya. Hati joko seakan remuk,
hancur berkeping-keping, seolah tidak ada gunanya lagi ia hidup.
Sudah
seharian ini joko tidak berbicara dengan seisi rumah, hanya terdiam di dalam
kamar. Dalam kesendiriannya joko menulis sebuah luapan perasaannya di atas
secarik kertas.
“Hidup..., untuk apa manusia
ini hidup? Hidup manusia tak selamanya sesuai apa yang diinginkannya kan?
Hancur..., hati manusia ini
telah hancur? Apa mungkin hati yang kokoh ini bisa hancur hanya dengan begini?
Suram..., masa depan manusia
ini suram? Masak sih ia, manusia ini akan suram hidupnya?”
Seusai
menulis itu semua, joko kemudian melipat kertas tersebut menjadi beberapa.
Lipatan kertas tersebut lalu ia masukkan dalam sebuah buku, tapat disebelah
buku tersebut ada Al-Qur’an tarjamah. Joko mengambil kitab suci tersebut,
seakan sudah disetting, begitu awal membuka, yang pertama ia baca adalah surat ad-dzariyat ayat
56. Seketika itu pula joko membaca artinya “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Hati
joko seakan menemukan obat pelipur lara. Kemudian joko sengaja membuka lebaran
yang lain, kali ini ia menemukan surat Annisa’. Ayat pertanya surat tersebut
menjadi obat hati yang kedua, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
“mungkin
inilah yang dinamakan belum jodoh.” Itulah ungkapan hati joko sesaat setelah
menyelesaikan membaca ayat tersebut.
Keesokan
harinya joko kembali segar, senyum bahagianya kini memenuhi setiap sudut
rumahnya. Aktifitas pagi yang selalu ia kerjakan tiap hari kini sudah
terselelsaikan, bahkan lebih awal dari biasanya. Hati joko semakin bertambah
riang ketika novel buatannya sudah diselesaikan. Novel yang setahun terakhir
ini ia geluti bersama sebuah komputer butut kini telah ia tawarkan ke penerbit
lokal. Alahkan beruntungnya joko, penerbit tersebut amat menyukai novelnya,
cerita cintanya yang begitu menyentuh membuat air mata sang penerbit menetes,
alur cerita yang begitu runtut, gaya bahasa yang enak difahami, bahkan penggambaran
tokoh-tokoh yang jelas dan pesan-pesan yang begitu bijak muncul dalam novel
tersebut.
Dengan
hasil terbitan novelnya itu joko mendaftar kuliah di salah satu universitas
negeri di daerahnya. Ia mengambil jurusan bahasa dan sastra indonesia. Begitu
pertama kali masuk kuliah ia melihat sesosok makhluk yang beda dengan yang
lainnya. Tutur kata yang lembut, tubuh sedang, senyum manisnya yang membuat
setiap orang kagum dan yang membuat joko menganggap ia benar-benar beda adalah
wanita tersebut dapat membuat joko semangat kuliah.
3Byhq
Yogyakarta, 15-09-2013
Jumat, 13 September 2013
Santri Anti Galau
Santri
Anti Galau
Tok..tok...,
suara pintu kamar diketuk. Begitu pintu membuka, nampak hadir di depan Budi
seorang teman yang telah rapi. Sya’ron, teman budi berpamitan ingin pergi.
Tidak seperti biasanya, kali ini semua pakaian yang ada dilemarinyapun ikut
dikemas dalam sebuah koper besar. Budi yang sedari tadi tiduran kini mulai
beranjak dari tempatnya, ia seakan tidak percaya jika temannya itu ingin pergi
meninggalannya. Teman seangkatan masuk sebuah pondok pesantren kini musti boyong
lebih dulu. Patner ngantri ngaji kini telah berpamitan untuk menuju
persinggahan yang lain. Budi hanya bisa terdiam, tak mengeluarkan kata apapun
selain bertanya “apakah hal ini benar, tidak mimpikan?”. “Benar, ini tidak
mimpi. Aku akan pindah ke luar jawa.” Jawab singkat Sya’ron.
Budi
merupakan salah seorang mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Selain berstatus sebagai
mahasiswa ia juga berstatus sebagai santri, tepatnya santri PonPes Almunawwir
Krapyak Yogyakarta. Madrasah Huffad 1 merupakan komplek yang ditempati Sya’ron
dan Budi. Mereka berdua sudah dua tahun berada di PonPes tersebut. Dalam dua
tahun tersebut, banyak hal yang telah dilalui mereka dalam proses menghafal
Al-qur’an. Khatam 30 juz merupakan target mereka berdua, sayangnya budi kalah
cepat dalam mencapi target. Sya’ron yang kesehariannya dihabiskan di pondok,
membuat ia lebih cepat mengkhatamkan Al-Qur’an ketimbang budi. Sya’ron
merupakan salah satu mahasiswa Ma’had Ally Almunawwir.
Aktifitas
Budi sebagai mahasiswa UIN, mengharuskan Budi untuk membagi waktu antara berada
di PonPes dengan berada di kampus. Jarak kampus Budi dengan PonPes lumayan
jauh, berbeda dengan Sya’ron. Ma’had Ally merupakan semacam kelas pengkajian
kitab-kitab kuning secara mendalam, selain itu juga mempelajari katab-kitab
tebal di PonPes. Inilah yang membedakan mereka. Meski Sya’ron berstatus
mahasiswa tetapi tetap saja mahasiswa yang masih belajar dalam satu naungan
PonPes sedangkan Budi merupakan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, yaitu lembaga
yang berbeda dengan PonPes Almunawwir.
Sehari
setelah kepergian Sya’ron, Budi baru mengetahui bahwa temanya itu pindah ke Maroko, itu pun berkat informasi
yang diberikan oleh teman sekamar Sya’ron. Sya’ron memang jarang bercerita
banyak dengan Budi. Teman Budi yang satu ini merupakan teman yang nampak
berbeda dengan yang lainnya. Sedikit bicara banyak bertindak, inilah yang
seakan menjadi semboyan Sya’ron. Seorang teman yang telah menjabat sebagai
seksi pendidikan ini sering kali mengajak teman-teman yang lain untuk ngantri
ngaji. Berangkat awal dan pulang paling akhir senantiasa menjadi ciri khas
Sya’ron, sampai-sampai banyak kalangan santri yang menyebutnya sebagai santri
anti galau. Tiap santri hanya bisa bertahan beberapa jam dalam
menghafal, berbeda dengan Sya’ron, ia bisa sampai berjam-jam.
Dalam
hati Budi hanya bisa menyesal dan merasa betapa ruginya ia. Waktu dua tahun
ternyata bisa membuat temannya khatam
sedangkan ia 10 juz pun belum lancar. Berbeda semangat memang membuat jarak
yang berbeda antara mereka. Santri anti galau itu senantiasa
menghabiskan waktunya dengan mushaf, sedangkan budi hanya bisa menghabiskan
waktunya dengan laptop maupun HP, mushaf hanya dipegang beberapa jam dalam tiap
harinya. Pernah suatu hari budi mencoba meniru Sya’ron, yaitu ngaji berjam-jam dalam sehari ternyata tidak genap
satu minggu budi tidak bisa bertahan. Istiqomah santri anti galau memang
patut diacungi jempol oleh Budi. Hal yang dilakukan Sya’ron selama dua tahun
itu terbayarkan beserta bunganya. Kini Sya’ron telah terbang menuju Maroko
untuk melanjutkan studi sebagai mahasiswa yang mendapat beasiswa dari negara
dan asyiknya kini juga ia telah berhasil khatam 30 juz sesuai dengan mimpinya.
3Byhq
Yogyakarta,
13-09-13
Rabu, 11 September 2013
Idul Adha Tiba
Idul Adha Tiba
Yogyakarta,
kota istimewa ini selalu merayakan hari besar tersebut dengan diadakan
arak-arakan gundukan. Gundukan makanan yang nantinya dibagikan kepada
masyarakat merupakan simbol betapa makmurnya daerah tersebut. Demak, kota yang
sering disebut sebagai kota wali ini juga memiliki tradisi yang hampir serupa.
Tradisi mengarak Ontokusumo, baju kebesaran Sunan Kalijaga. Pengarakan
tersebut dilakukan guna mencuci baju kebesaran tersebut. Masing-masing perayaan
berlangsung begitu hikmat. Tiap warga seakan menjadikan momen tersebut bagaikan
karnval tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat.
Berbagai
macam kalangan rakyat amat menunggu momen menggemberikan tersebut. Para penjual
aneka camilan dan minuman kerap kali memanfaatkan momen tersebut sebagai ajang
pencetak uang dengan cepat. Tak ketinggalan penjual mainanpun membuka lapak
pada setiap sudut-sudut jalan, sembari menunggu pelanggan yang tertarik dengan
mainan yang ia pajang, ia turut menikmati upacara pengarakan dengan penuh
hikmat.
Kali
ini idul adha sudah di depan mata. Segala persipan tentunya sudah dimatangkan
oleh para panitia penyelenggara. Bahakan bukan cuma panita yang melaukan
persiapan, setiap warga setempat pun melakukan hal yang sama. Dari memulai
menyiapkan barang-barang yang kan dijual di sana hingga mempersiapakan diri
supaya bisa menghadirinya.
Satu
hal lagi yang cukup menarik perhatian mata. Idul adha merupakan hari raya yang
disunnahkan berqurban, untuk itu banyak orang yang melakukan qurban pada hari
tersebut. Memang sih qurban bisa dilakukan hingga tiga hari setelah hari H
(Tanggal 10 dhul hijjah) nya, tetapi tak sedikit orang yang memilih untuk
berqurban di hari H. Berqurban tepat di hari H mempunyai unsur kepuasan
tersendiri, selain masih banyak sanak saudara yang berkumpul juga bertepatan
dengan hari libur nasional. Hari dimana setiap orang bisa membantu prosesi
penyembelihan hewan qurban. Hari dimana setiap orang masih banyak yang memburu
daging qurban, hingga memudahkan pembagian, menjadi hari pilihan yang dianggap
paling tepat bagi para pengqurban. Sebenarnya pada tanggal 11 hingga 13pun
masih diperbolehkan berqurban, bahkan pahalanyapun tidak berkurang jika
berqurban di hari tersebut.
HQ
Sabtu, 08 Juni 2013
Dunia Malam Daerah Istimewa
Dunia
Malam Daerah Istimewa
Kota pelajar,
itulah sebutan yang biasanya terlontar untuk daerah istimewa ini. Siang hari,
setiap jalan di kota tersebut selalu dipenuhi berbagai macam kendaraan. Mobil,
motor, sepeda, becak bahkan bentor pun ada. Setiap daerah terasa dipenuhi oleh
manusia yang haus ilmu, berterbaran di Yogyakarta ini.
Jalan Taman Siswa
selalu diramaikan dengan pengendara berlalu lalang kini terlihat sepi tanpa
adanya kemacetan. Tepat pukul 00.15 WIB (06/05) jalan tersebut seperti daerah
desa yang sepi dari penduduk, hanya ada beberapa orang yang asyik dengan
kegiatan mereka. Memilok tembok dengan bantuan imajinasi asyik dilakukan
mereka. Secara bergantian mereka memegang kaleng berisi cairan warna, sambil
menuangkan imajinasi dengan semprotan. Mulai dari semprotan kecil hingga
semprotan yang terlihat ngawur. Sedikit demi sedikit hasil mereka
semakin nampak jelas, tulisan ala anak pank pun berhasil mereka goreskan di
dinding dekat pom bensin di jalan tersebut.
Semakin malam
semakin asyik menyusuri daerah istimewa ini. Perjalanan dilanjutkan menuju UIN
Sunan Kali Jaga. Dinginnya malam tak menyurutkan niat untuk melakukan
pengamatan, belokan demi belokan pun berhasil disusuri. Di depan mata nampak
sebuah rel yang terbentang. Nampak gelap sih, tapi tak menyulutkan niat. Daerah
pinggiran rel tersebut serasa sebagai tempat yang asyik buat nongkrong. Entah
perbincangan macam apa yang dilakukan hingga berhasil membuat mereka tertawa
terbahak-bahak. Banyak kelompok-kelompok kecil nampak riang di bawah sinar bulan
ini. Sebetulnya bulan tidak begitu memunculkan wajahnya, tetapi tetap saja
golongan muda ini tak terhentikan niatnya untuk bercanda dan bergurau sampai
larut malam. Bintang bertebaran di langit, cahaya bulan yang bersinar redup
disertai enggannya angin kencang muncul membuat malam semakin nikmat. Malam
begitu sunyi dari kendaraan tetapi begitu ramai bagi masing-masing kelompok
kecil di sepanjang rel.
Semakin
menelusuri sang malam semakin banyak pula hal yang menarik perhatian. Lain
ladang lain belalang, lain tempat lain kejadian. Jika sepanjang rel dipenuhi
gerombolan kawan, kali ini Alkid (alun-alun kidul/selatan) masih nampak ramai
dengan pasangan muda-mudi. Ada yang berduaan di bawah pohon, di bangku warung
bahkan ada pula yang asyik-asyikan tepat di pinggir jalan. Entah apa yang
terfikirkan oleh mereka, dunia seakan milik berdua dan yang lainnya ngontrak.
Tepat 50 meter dari mereka nampak sesosok wanita. Ia tidur di Pinggiran toko
sambil beralas dan berselimutkan koran bekas, amat nikmat terlihat. Tanpa
menghiraukan orang yang berlalu lalang ia tetap terlelap, meski suara dengungan
motor sedang melewati mereka. Agak jauh sedikit nampak tukang becak yang asyik
tidur di kendaraannya, tak peduli dengan orang disekitarnya. Capek akibat
aktifitas dipagi hari kini terbayarkan dengan tidur di tempat seadanya. Laju motor
kini musti terhenti pada sebuah masjid besar, Al-munawwir. Masjid pondok ini
tak begitu jauh dari Alkid, tinggal melaju menuju selatan Alkid pasti akan
ketemu dengan masjid nan indah ini.
“Kang IL”
begitulah ia disapa oleh teman-temannya. Anak asal Banyuwangi ini sedang asyik
dengan Al-Qur’annya di Pojokan Masjid Krapyak Yogyakarta. Tak menghiraukan
sunyinya malam ia tetap memperlancar hafalannya, ayat demi ayat ia lantunkan
secara perlahan hingga banyak halaman ia habiskan. Al-Qur’an kecil tersebut
telah menjadi saksi jeripayah ia menghafal. Sedikit demi sedikit ia rangkai
tiap ayat. Kini telah berhasil 30 juz sudah ia kantongi di memorinya. Tak
mengenal lelah sehabis kuliah, tak mengenal pusing karena skripsi, ia begitu telaten
dalam memperlancar hafalannya. Sebentar lagi khataman Al-Munawwir akan
dilangsungkan. Kang IL selalu meluangkan waktu untuk bertemu dengan teman
kesayangannya tersebut, Al-Qur’an kecil. Calon khotimin memang dituntut untuk
mengikuti tes yaitu berani membaca Al-Qur’an secara bil ghaib (hafalan),
kalu bisa diharuskan 30 juz terbaca semua, tetapi kalau memang belum lancar
akan ada dispensasi. Calon khotimin adalah mereka yang telah setoran (ngaji) 30
juz bil ghoib dengan KH. R. M. Najib Abdl Qodir pengasuh komplek Huffad
1 Al-Munawwir.
Dari detik
berganti menit, dari menit berganti jam, Kang IL tetap saja tidak beranjak dari
tempat semula. Kalau anak muda lain asyik dengan nongkrong dan berduan dengan
sang kekasih kali ini Kang IL begitu asyik dengan Qur’an kecilnya. Suara
kecilnya tidak mengganggu teman yang lain, begitu merdu ia melantunkan
kalamullah itu, dan begitu jelasnya ayat per ayat ia lafalkan. Suara yang
mendayu-dayu membuat siapaun pendengarnya akan jatuh hati, bahkan akan
meninabobokkannya. Di lantai satu masjid tersebut hanya nampak Kang IL lah yang
memunculkan tanda-tanda kehidupan. Di saat yang lain asyik dengan tidurnya Kang
IL asyik dengan Qur’an kecilnya.
Begitu asyik
orang-orang menikmati malamnya kota Yogyakarta. Bermacam-macam pula kegiatan
yang dilakaukan mereka. Memang kota istimewa ini tiada bandingnya. Zaman
semakin lari ke depan, tetap saja masih ada sosok Kang IL yang mau bersusah
payah dalam meraih ridhoNya. Melaksanakan tanggung jawab besar yaitu menjaga
kalam Illahi. Jalan-jalan malam ini harus berakhir di sebuah Masjid tiga lantai
ini, masjid besar yang tidak akan pernah sepi selama 24 jam.
Rabu, 08 Mei 2013
Makalah
Iman, Islam dan Ihsan
BAB I
I.
Pendahuluan
Setiap manusia yang diciptakan oleh Allah pastilah tidak sia – sia
begitu saja tentu ada sebuah hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
mereka. Hidup cuma sekali matipun sekali untuk itu setiap individu haruslah
dapat memanfaatkan waktunya semasa hidup di dunia, manusia diciptakan untuk
beriman dan beribadah kepada Allah dan hal ini sudah menjadi kewajiban bagi
setiap individu yang ada sejak dilahirkan hingga mencapai ke liang lahat.
Kita semua tentu tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh
manusia haruslah didasari dengan ilmu bila mereka menginginkan apa yang
dilakukan tidak sia – sia. Oleh karenanya sebelum seseorang menjalankan iman,
islam dan ihsan sebaiknya mengetahui akan ketiga hal tersebut, bila ketiga hal
tersebut telah diketahui tentunya akan dengan mudah seseorang tersebut
menjalankan iman, islam, dan ihsan seperti halnya sebelum kita menuju sebuah
tempat terlebih dahulu kita harus mengetahui mana jalan yang harus kita laluhi
supaya kita tidak tersesat menuju tujuan tersebut apabila memang belum
mengetahui haerus menempuh jalan mana dan kita tetap harus menuju tempar
tersebutkarena ada sesuatu yang pengting maka kita harus bertanya dengan
seseorang, itu adalah sikap yang wajar yang dilakukan oleh manusia. Kali ini
saya akan mencoba menjadi orang yang ditanyai demi membantu orang yang tersesat
tentunya dalam kaitan penjelasan mengenai iman, islam dan ihsan.
II.
Rumusan masalah
a.)
Apakah
iman, islam dan ihsan itu?
b.)
Bagaimana
penjabarannya?
c.)
Bagaimana
keadaan ketiga hal tersebut saat ini?
BAB II
I.
Pembahasan
A.
Pengertian
Iman, Islam dan Ihsan
عن عمر بن الخطاب رضي
الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع
علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه
منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه
على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه
وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة
وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا
له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته
وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره " قال : صدقت , قال :
فأخبرني عن الإحسان , قال " أن تعبد الله كأنك تراه ,فإن لم تكن تراه فإنه
يراك " قال , فأخبرني عن الساعة , قال " ما المسئول بأعلم من السائل
" قال فأخبرني عن اماراتها . قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة
العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قال " يا عمر , أتدري من السائل
؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم
" رواه مسلم
Artinya:
Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anh, dia berkata: ketika kami tengah
berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak
dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut
sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan
tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan
Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkantangannya
diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad,beritahukan
kepadaku tentang Islam " Rasulullah menjawab,"Islam itu
engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya
Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat,
berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika
engkau mampu melakukannya." Orang itu berkata,"Engkau benar,"
kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya Orang itu berkata lagi," Beritahukan
kepadaku tentang Iman" Rasulullah menjawab,"Engkau beriman kepada
Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya,
kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk" Orang
tadi berkata," Engkau benar" Orang itu berkata lagi," Beritahukan
kepadaku tentang Ihsan" Rasulullah menjawab,"Engkau beribadah
kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat
melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu." Orang itu berkata
lagi,"Beritahukan kepadaku tentang kiamat" Rasulullah menjawab,"
Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya." selanjutnya
orang itu berkata lagi,"beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya"
Rasulullah menjawab," Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan puterinya,
jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin
dan penggembala kambing, berlomba-lomba mendirikan bangunan." Kemudian
pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rasulullah berkata
kepadaku, "Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?" Saya
menjawab," Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahui" Rasulullah
berkata," Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan
kepadamu tentang agama kepadamu" [ H.R
Muslim no. 8 ]
Dari
hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa islam dan
iman adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syari’at.
Namun terkadang, dalam pengertian syari’at, kata islam dipakai dengan makna
iman dan sebaliknya. Ketiga hal tersebut sebenarnya merupakan hal yang amat
penting dalam beribadah kepada Allah, tanpanya ibadah kita tak ada gunanya.
Bila kita disuruh menjelaskan secara detail mengenahi hal tersebut pastinya
semua tinta yang ada tak akan cukup untuk menuliskan penjelasan tersebut dalam Alqur’anpun tidak cukup hanya satu
surat untuk menjelaskan apakah sebenarnya iman itu, dimulai dari surat Al
Baqoroh ayat 143, Al Anfal 2-4, surat An Nur 62 dan seterusnya.[1] Secara
simpelnya dapat dimengerti bahwa iman adalah percaya, islam adalah perwujudan
dari kepercayaan tersebut, ihsan adalah tindak lanjut dari keduanya bisa
dibilang juga tingkatan ikhlas sepenuh hati dalam beribadah kepadaNYA.
B.
Perluasan Mengenai
Konsep Iman, Islam dan Ihsan
Sebagai mana telah kita
ketahui bahwa konsep iman, islam dan ihsan adalah berkelanjutan atau
berkesinambungan, oleh karena itu apabila seseorang telah mencapai pada tahap
yang pertama janganlah berhenti sampai situ tetapi harus dilanjutkan sampai
tahap yang ke tiga yaitu ihsan. Konsep ihsan merupakan konsep kesejatian dalam
beribadah kepada Allah SWT, orang yang sudah mencapai maqom ini saat melakukan
ibadah tiada rasa pamrih entah itu demi mendapat pahala atau pujian dari teman
sebaya yang ada hanyalah ikhlas untuk Allah tanpa menghiraukan akan mendapat
pahala atau tidak.
Sekarang bagaimana
caranya agar kita bisa mencapai maqom seperti ini tergantung pada sikap dan
kepribadian kita masing - masing. Adapun beberapa tip dari pemakalah yaitu:
a. Rasa takut dan harap
Berikut akan kami paparkan
sebuah perkataan Al Ghazali (versi indonesia) yang insyaallah akan menjelaskan
argumen kami mengenahi cara mencapai maqam tertinggi dalam ketiga hal di atas :
“Rasa takut dan harap merupakan sebuah sayap yang dengan keduanya inilah
orang – orang yang dekat dengan Allah terbang mencapai setiap maqam yang
terpuji. Keduanya adalah kendaraan untuk melewati setiap rintangan berat dalam
perjalanan menuju akhirat. Tidak ada yang bisa menuntun ke dekat Tuhan Yang
Maha Pengasih – jika dia sendiri jauh dari jalur, berat beban, dan diliputi
oleh hal – hal yang tidak disukai hati dan memberatkan anggota badan – kecuali
secercah harapan. Tidak ada hal yang dapat menghalangi neraka jahim dan siksa
yang pedih jika dia sendiri diliputi oleh berbagai syahwat dan kelezatan –
kecuali cemeti ancaman. Karena itu, diperlukan penjelasan tentang hakikat kedua
hal ini dan jalan untuk bisa menghimpun keduanya sekalipun keduanya merupakan
dua hal yang kontradiktif.”[2]
b. Mengurangi berbuat dosa atau menekan hawa nafsu
Kita tentu telah
mengetahui bahwa manusia diciptakan selain lengkap dengan akal juga diberi
nafsu (rasa senang akan sesuatu) dimana bila sebuah nafsu dilakukan secara
terus menerus tanpa adanya penekanan atau perlawanan dari kita maka kita
termasuk orang – orang yang rugi. Adapun macam – macam hawa nafsu yang tertera
dalam Al-Qur’an ada 7 tepatnya pada surat Ali Imron ayat 14 yaitu: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga). Ini adalah hal – hal yang perlu kita waspadahi jangan
sampai kita terjerumus ke neraka hanya gara – gara menyenangi dan mengikuti hal
– hal diatas.[3]
Menurut pemakalah cukup
dua hal ini saja yang perlu dilakukan oleh muda mudi terutama manusia di zaman
sekarang. Semisal dua saran diatas sudah terlaksana dengan cukup baik dijamin
maqom Iman, Islam, dan Ihsan telah benar – benar difahami dan dijalankan dengan
cukup baik, meskipun konsep yang ditawarkan oleh pemakalah kurang begitu
lengkap dan sempurna tetapi itu tidak membuat perkara itu janggal untuk
dilakukan.
C.
Studi Kasus
Kita tentu mengetahui bagaimana keadaan manusia zaman sekarang terutama
muda – mudi. Mengapa yang disorot oleh pemakalah adalah muda – mudi kerena
merekalah yang cenderung melupakan atau belum mengetahui bagaimana sebenarnya
pelaksanaan dari iman, islam dan ihsan. Lihat saja para pemuda disekitar kita
banyak yang melalaikan kewajiban bahkan banyak yang melarang pantangan agama
hal ini disebabkan kekurang praktekan mereka akan konsep iman, islam dan ihsan.
Banyk yang minum minuman keras ngakunya islam, tidak solat ngakunya islam,
puasa males ngakunya islam, berzina ngakunya islam, perpelukan dengan yang
bukan muhrim ngakunya islam, berduaan di tempat sepi (khalwat) ngakunya islam?
Apa ini sebenarnya islam pada zaman sekarang ?
Pemakalah tidak memungkiri akan adanya muda – mudi yang tidak bersifat
seperti demikian tetapi sangat jarang. Para pemuda mempunyai berbagai begron
(latar belakang) tetapi anehnya yang dulunya jebolan pesantrenpun bisa tergiur
dengan hal – hal yang tidak islami hanya gara – gara bergaul dengan anak yang
bukan pesantren. Ibarat burung yang lepas dari sangkar, itulah alasan mereka
yang melakukan demikian. Dulu sewaktu di pesantren mau begini begitu tidak
boleh kini setelah keluar mau bertindak sesukanya, Astagfirullah semoga hal
yang demikian tidak terjadi pada para pembaca sekalian. Kalu pemakalah boleh
bilang hal yang demikian telah disebutkan kok bisa terjadi karena mereka belum
mempraktekkan konsep ihsan dalam hidup jadi mereka hanya sekedar mempraktekkan
konsep iman dan berhenti pada konsep islam sehingga mereka sampai – sampainya
berbuat yang demikian. Allah maha pengampun atas segala dosa, inilah dalil yang
sering terucap dari mulut para pelaku.
Sebenarnya apabila konsep ihsan sudah tertancap pada diri masing – masing
orang islam tentunya kesejahteraanlah yang bakalan muncul dalam masyarakat dan
keikhlasanlah yang muncul dalam beribadah pada Tuhan Yang Maha Esa, dengan
modal menjalankan ketiga konsep ini dalam kehidupan sehari – hari pastilah tak
ada orang yang berani berbuat maksiat apalagi murtad. Yakin dengan adanya Tuhan
dan segala kehendaknyalah merupakan modal utama orang islam dalam sukses
kehidupan baik dunia maupun akhirat. Satu hal lagi yang perlu diketahui bahwa
dengan orang percaya dan cinta kepada Allah dan Rosulnya seseorang tersebut
akan mendapatkan manisnya iman, adapun secara lengkapnya bisa menyimak hadits
berikut:
صحيح
البخاري - (ج 1 / ص 26 (
15 - حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ
قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا
يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا
يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw bersabda tiga
hal seseorang akan memperoleh manisnya iman; ketika seorang hamba menjadikan
Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya, ketia ia mencintai
seseorang hanya karena Allah, dan ketika ia membenci untuk kembali kepada
kekufuran sebagaimana ia benci akan dicampakkan ke dalam neraka.
II.
Penutup
Demikianlah penjelasan dari pemakalah
mengenahi iman, islam dan ihsan bila ada hal yang bisa diambil manfaat maka
jangan segan segan mengambil manfaat darinya bila merasa kurang puas denganm
penjelasan tersebut para pembaca bisa mempelajari sendiri dalam referensi yang
kami tampilkan. Tentunya pasti ada kekurangan dari makalah yang dipapakarkan
oleh pemakalah untuk itu pemakalah memohon maaf atas segala kesalahan dan
kekeliruan yang ada dalam makalah ini.
Daftar Kepustakaan
Hawwa,Sa’id,
Intisari Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali Mensucikan Jiwa, Jakarta: Robbani
Press, 2005.
Mahali,
A. Mudjab, Konsepsi Manusia Sempurna Kajian Tentang Iman, Islam, dan Ihsan,
Jakarta: Pustaka Al Husna, 1987.
Muhammad,
Al alamah Jalaludin dan Jalaludin Abdurrahman, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim,
Surabaya: Darul Ilmi, ttb.
Efendi
, Sofyan, HaditsWeb disusun sejak tanggal 27 Maret 2006.
[1] A.
Mudjab Mahali, Konsepsi Manusia Sempurna Kajian Tentang Iman, Islam, dan
Ihsan, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1987, hlm. 37-46
[2] Sa’id
Hawwa, Intisari Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali Mensucikan Jiwa, Jakarta:
Robbani Press, 2005, hlm. 342
[3] Al
alamah Jalaludin Muhammad dan Jalaludin Abdurrahman, Tafsir Al-Qur’an
Al-Karim, Surabaya: Darul Ilmi, hlm. 48
Model Dakwah Berbasis Budaya (Model Dakwah Sunan Kalijaga Sebagai Perwujudan Model Dakwah Berbasis Budaya)
Model Dakwah Berbasis Budaya
(Model Dakwah Sunan Kalijaga Sebagai Perwujudan Model Dakwah
Berbasis Budaya)
BAB I
I.
Pendahuluan
Dakwah adalah sebuah proses penyebaran agama islam kepada khalayak
ramai. Tentunya selayaknya sebuah proses juga membutuhkan metode ataupun cara –
cara yang jitu untuk dapat tersebar, adapun metode yang paling sesuai yaitu
metode yang menganut sistem sikon (sesuai dengan situasi dan kondisi) juga
tidak ketinggalan toleransinya. Kondisi daerah setempat sangan menentukan mau
menggunakan cara apakah seseorang dalam berdakwah, tidak memungkiri juga bahkan
kebudayaan setempat kadangkala dimasukkan dalam model berdakwah, memang
sejatinya yang akan disampaikan bertentangan dengan kebudayaan yang ada tetapi
di sini uniknya bagaimanakah sang da’i bisa mengkorelasikan kebudayaan dengan
dakwah tentunya tanpa menghilangkan nilai – nilai luhur yang ada dan terus
ingat bahwa dakwah adalah mengislamkan seseorang yang belum islam untuk menjadi
islam dan menjadikan orang yang islamn menjadi benar - benar islam bukan sekedar islam KTP.
Dunia dakwah penuh rintangan seperti halnya dunia kita hidup ini.
Itu karena dengan berprilaku sehari – hari (islami) kita telah berdakwah yaitu
memberi contoh untuk berperilaku yang baik pada orang lain spesifiknya orang
yang ada di sekitar kita, oleh karena itu unsur budaya yang selalu dominan
dikerjakan oleh manusia sekitar menjadi sebuah jalan yang amat berpeluang dalam
berdakwah. Kali ini sang pemakalah akan mencoba mengkaji model dakwah berbasis
budaya, bagaimanakah natinya budaya ini dijadikan model dakwah dan bagaimana
dakwah bisa membahur dengan budaya akan diterangkan pada maklah ini.
II.
Rumusan
Masalah
a)
Siapakah
sang sunan kali jaga itu?
b)
Bagaimana
dia berdakwah di jawa?
c)
Apa
sajakah rahasia dibalik hal yang dia lakukan?
BAB II
I.
Pembahasan
A.
Sosok
Sunan Kalijaga
Nama asli beliau adalah Raden Syahid dan disebut pula Syaikh Malaya
karena beliau adalah putra Tumenggung Melayukusuma[1] di
Jepara. Sunan kali jaga juga terkenal dengan julukan Brandal Lokajaya, seorang
yang semula menjalani kehidupan gelap, sesat dan jahat. Berkat dakwah Sunan Bonang,
Brandal Lokajaya bertobat ke jalan yang benar, bahkan menjadi seorang utama
yang berhak menyandang gelar kehormatan, yaitu sebagai wali penutup dan wali
pusat. Sesuai dengan kedudukan tersebut, ia memang sangat populer, terkenal,
bahkan melebihi kemasyhuran guru – gurunya.
Di hutan Jatisari itulah Raden Syahid menjadi pembegal yang kejam Janma
mara janma mati, siapa yang menjadi korbannya tentu binasa terutama bila
berani menolak permintaannya. Sebutan Sunan Kalijaga diberikan kepadanya karena
ia telah bertapa dan menelusur ke hilir sepanjang sungai kecil di daerah
Cirebon. Dengan demikian beliau seperti penkjaga kali layaknya.
Sunan Kalijaga sangatlah terkenal disegala lapisan masyarakat Jawa.
Beliaulah yang paling banyak mendekati serta bergaul dengan raja – raja, para
penguasa, dan orang – orang besar. Disamping itu, beliau memiliki lingkup pergaulan
dengan rakyat jelata dan orang – orang kecil di desa – desa. Beliaulah yang
dihormati oleh istana dan sebaliknya melekat pula di hati rakyat jelata yang
bukan hanya menghargai, tetapi juga memuja – muja karena cinta.[2]
Sunan Kalijaga dilukiskan hidup
dalam empat era pemerintahan. Yakni masa Majapahit (sebelum 1478), Kesultanan
Demak (1481-1546), Kesultanan Pajang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram
(1580-an). Begitulah yang dinukilkan Babad Tanah Jawi, yang memerikan
kedatangan Sunan Kalijaga ke kediaman Panembahan Senopati di Mataram.
Tak lama
setelah itu, Sunan Kalijaga wafat. Jika kisah itu benar, Sunan Kalijaga hidup
selama sekitar 150-an tahun! Tapi, lepas dari berbagai versi itu, kisah Sunan
Kalijaga memang tak pernah padam di kalangan masyarakat pesisir utara Jawa
Tengah, hingga Cirebon. Terutama caranya berdakwah, yang dianggap berbeda
dengan metode para wali yang lain.
B. Dakwah
Sunan Kalijaga
Ia
memadukan dakwah dengan seni budaya yang mengakar di masyarakat. Misalnya lewat
wayang, gamelan, tembang, ukir, dan batik, yang sangat populer pada masa itu.
Babad dan serat mencatat Sunan Kalijaga sebagai penggubah beberapa tembang, diantaranya
Dandanggula Semarangan – paduan melodi Arab dan Jawa.
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu
mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu
akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said
berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu
adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia
merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang
yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia
menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan
Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin
mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan
oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden
Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin
menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil
menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh
beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan
perintah tersebut. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan
Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke sungai, maka
Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru
dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan
dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor
sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia
juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat
bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus
didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama
hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam
mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara
suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul
- gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk
Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa
kraton, alun - alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep
oleh Sunan Kalijaga.
Kanjeng Sunan lebih suka menggunakan bahasa Jawa,
bukan berarti beliau tidak suka dengan bahasa Arab, atau bahasa Melayu. Beliau
lebih sreg dengan menggunakan bahasa Jawa. Pesan - pesan beliau yang tertulis juga
menggunakan bahasa Jawa, didalam realitasnya, beliau mampu memberikan teladan
kepada masyarakat sekitarnya. Beliau pernah menyampaikan sebuah pesan terkait
dengan dakwahnya yang berbunyi:”
“Yen wis tibo titiwancine kali - kali ilang kedunge,
pasar ilang kumandange, wong wadon ilang wirange mangka enggal - enggala tapa
lelana njlajah desa milang kori patang sasi aja ngasik balik yen during olih
pituduh (hidayah) saka gisti Allah” Yang artinya kurang lebih sebagai berikut:
“Jika sudah tiba jamannya di mana sungai-sungai hilang kedalamannya (banyak
orang yang berilmu yang tidak amalkan ilmunya), pasar hilang gaungnya (pasar
orang beriman adalah masjid, jika masjid-masjid tiada azan, wanita-wanita
hilang malunya (tidak menutup aurat dan sebagainya) maka cepat-cepatlah kalian
keluar 4 bulan dari desa ke desa (dari kampung ke kampung), dari pintu ke pintu
(dari rumah ke rumah untuk dakwah), janganlah pulang sebelum mendapat hidayah
dari Allah Swt.
Tidak hanya kanjeng Sunan Kalijogo yang menyampaikan
dakwahnya menggunakan pendekatan budaya. Sunan Drajat juga menggunakan
pendekatan budaya. Sudan Drajat lebih suka menyampaiak pesan al-Qur’an dan hadis
dengan menggunakan bahasa Jawa” sebagaimana dicatat oleh sejarah:” Menehono
teken wong kang wuto (buta), Menehono pangan marang wong kang luwe (kelaparan),
menehono busono marang wong kang wudo (telanjang), menehono ngiyup marang wong
kang kaudanan (kehujajan).[3]
Filsafat dakwah para ulama’ terdahulu mendahulukan
moral (Haliyah), sehingga lebih mengena terhadap sasaran atau tujuan. Para
ulama’ itu juga sangat cerdas di dalam melakukan pendekatan, sebagaimana Nabi
melakukan dakwahnya ketika di Makkah. Para ilmuan, seperti Fahruddin al-Rozi,[4] Ibnu
Kholdun, al-Ghozali,[5]
al-Nawawi senantiasa mengunakan pola yang sedang berkembang kala itu. Semua
fikiran (ilmu)nya dituangkan dalam sebuah karya ilmiyah, yang selanjutnya dapat
dinikmati hingga saat ini.
Mereka telah tiada, tetapi buah pikiranya masih sangat
terasa, bahkan dibaca oleh jutaan manusia dibelahan dunia. Mereka perintis
kebaikan, mewarisi ilmunya para Nabi, dan melanjutkan cita - cita Nabi. Sudah
pasti, mereka memperoleh aliran pahala (royalti) dari jerih payahnya selama
merintis kebaikan kala itu. Nabi pernah menuturkan:” Barang siapa merintis
(sunnah) kebaikan didalam agama islam, kemudian kebaikan itu dilakukan, maka ia
akan memperoleh pahala, serta memperoleh pahala kebaikan orang yang melakukanya
sepeninggalnya”.[6]
C. Rahasia Dibalik Dakwah Sunan Kalijaga
Dalam berdakwah sang Sunan memegang
prinsip yaitu islam berjalan dengan periode yang berbeda – beda sebagaimana
perjalanan makhluk hidup.[7] Untuk
itu beliau tidak menghilangkan unsur – unsur kebudayaan yang ada pada
masyarakat setempat dan lebih bagus lagi ketika beliau dalam berdakwah
mempergunakan hal yang disukai masyarakat setempat misalnya wayang barongan
(tegal), pantun (pajajaran), wayang kulit (Jatim) dan sebagainya.[8]
Islam penutup dari agama – agama Allah,
dia dijadikan sesuai untuk seluruh perobahan kehidupan manusia dalam berbagai
bentuk pertumbuhan dan tingkatan. Terus bagaimanakah cara kita untuk membuat
hal tersebut bisa diterima oleh masyarakat luas bila kita tidak bisa memadukan
unsur budaya dengan cara berdakwah. Dakwah Sunan kalijaga ini amatlah merasuk
dan mudah diterima oleh khalayak dikarenakan sang Sunan berhasil mengemas nilai
nilai islam yang ada dengan berkedok (berbahur) terhadap hal yang disukai oleh
masyarakat setempat.
Sekarang kalo sang sunan bisa melakukan
hal tersebut dan tentunya kita telah mengetahui mengapa Sunan menggunakan cara
tersebut, maka kita tentunya harus bisa meniru perilaku yang demikian ini yaitu
harus bisa meneruskan perjuangan beliau untuk membesarkan agama islam atau
dalam istilah jawa yaitu nguri – nguri.
Di era modern, dunia sudah menjadi satu,
busana laki-laki dan wanita sulit untuk dibedakan. Nama laki-laki sering
dipakai oleh seorang wanita, begitu juga sebaliknya. Pola fikirnya juga tidak
jauh berebda antara kaum hawa dan lelaki. Yang membedakan hanyalah kodratnya
wanita yang masih melahirkan, walaupun ahir-ahir ini kaum wanita mulai
menggugat dengan “‘Revolusi Seksual”. Mereka tidak ingin menikah, mereka bisa
memiliki anak tanpa harus menikah, mereka menggugat kesakralan penikahan.
Pergaulan muda-mudi seringkali kebablasan,
dan sulit dikontrol lagi, bahkan sampai berbuat kriminal. Orang sibuk mencari
rejeki dikota-kota besar, bahkan pergi keluar Negeri untuk mengadu nasib, tanpa
memperdulikan tuhan sang pemberi rejeki. Mereka lupa, bahwa tuhanlah yang
menghendaki dan merubah dunia dan isinya. Orantua tega membunuh anaknya
sendiri, begitu juga sebaliknya. Yang kuat selalu berkuasa dan berbuat
semena-mena, dan yang miskin selalu tertindas, semakin hari semakin menjerit.
Yen wis tibo titiwancine kali-kali ilang
kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon ilang wirange mangka enggal -
enggala tapa lelana njlajah desa milang kori patang sasi aja ngasik balik yen
during olih pituduh (hidayah) saka gisti Allah.
Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan,
sudah saatnya bertapa (puasa) untuk mencari petunjuk-Nya. Sholat malam, puasa
sunnah, menjalankan sholat lima waktu, memohon kepada-Nya ditenggah keheningan
malam agar memperoleh hidayah-Nya. Seringkali renungan ditenggah malam mampu
menembus langit, sehingga tuhan berkenan memberikan methode ampuh, yang
kemudian bisa untuk menyampaikan pesan-pesan al-Qur’an dan Sunah kepada
masyarakat.
Internet, TV, dan juga Media masa adalah
salah satu media atau alat untuk menyampaikan pesan-pesan tuhan dan Nabi di
muka bumi. Dan ini adalah dakwah di dunia modern, bukan berarti meninggalkan
cara-cara klasik, seperti ngaji (halakoh) di masjid-masjid atau musolla. Karena
methode klasik ini masih relevan, perlu dipertahankan dan lestarikan. Namun,
terus mencoba mencari terobosan baru di dunia modern ini, seperti mengenalkan
Nabi dengan layar lebar, atau membuktikan ke-ilmiyahan al-Qur’an dan dawuhnya
Nabi. Dengan harapan, semua itu dapat merubah moral generasi bangsa menjadi lebih
baik.
Njlajah desa milang kori patang sasi aja
ngasik balik yen during olih pituduh (hidayah) saka gusti Allah. Di dunia
Modern, tehnologi dan informasi menjadi alat untuk menjelajahi dunia maya
(internet), dengan menulis pesan-pesan tuhan lewat internet, agar semua orang
bisa membaca dan mengambil manfaatnya. Dan ini adalah cara terbaik, di era
modern dan internitasi. Dakwah kita terus kita perbaiki dengan inovasi,
sehingga menarik dan bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Yang lebih
penting lagi, senantiasa berdo’a siang dan malam, agar mendapatkan petujuk dan
pertolongan-Nya.
II.
Kesimpulan
Sunan kalijaga berhasil membuat inofasi
dan menggelegar dunia pada masanya, yaitu berhasil menyebarkan agama islam
dengan cara yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Untuk bisa seperti
itu diperlukan pemikiran yang amat jenius juga perlu membahur dengan masyarakat
setempat, jadi sebagai penerus perjuangan beliau sebaiknya kita juga harus bisa
menemukan cara yang jitu dalam menyebarkan nilai – nilai islam yang luhur pada
masyarakat. Janganlah mudah menyerah dan jangalah mudah puas dengan hal yang
telah kita lakukan, bila kita bisa lebih mengapa tidak kita wujudkan.
Tentunya seseorang yang berdakwahwah
haruslah mempunyai ilmu yang memadahi supaya tidak keliru dalam menyalurkan
ilmu – ilmu agama dan semakin banyak ilmu seseorang maka akan semakin
berwibawalah orang tersebut sehingga semakin baiklah ia menyampaikan dakwahnya.
Daftar
Kepustakaan
Saksono,
Widji, Mengislamkan Tanah Jawa Telaah Atas Dakwah Walisongo, Bandung :
MIZAN, 1995
Ihsan, Hodayat,
Sunan Drajat dalam Legenda dan Sejerahnya, 36- 2002, tanpa Penerbit
Syihata,
Abdullah, DA’wah Islamiyah, Jakarta: 1986
Saksono,
Widji, Mengislamkan Tanah Jawa Telaah Atas Dakwah Walisongo, Bandung :
MIZAN, 1995
[1] Tumenggung
Melayukusuma semula berasal dari seberang, keturunan seorang ulama’ negeri atas
angin yang setelah ke jawa diangkat menjadi adipati Tuban oleh Sri Prabu
Brawijaya, sehingga ia berganti nama menjadi Tumenggung Wilatikta (majapahit).
Kemungkinan besar Tumenggung Wilatikta adalah seorang emigran Jawa pada koloni
Jawa di Malaka, yang telah memeluk agama islam di Malaka, kemudian dia kembali lagi dan
seterusnya menetap di Jawa.
[2] Widji Saksono,
Mengislamkan Tanah Jawa Telaah Atas Dakwah Walisongo, (Bandung : MIZAN,
1995), Hlm. 30-32
[4] Beliau
mendapat julukan Syaih al-Islam, karena otoritas keilmuan yang dimiliki dalam
lintas disiplin ilmu seperti; al-Qur’an, al-Hadis, tafsir, fikih, usul fikih,
sastra Arab, perbandingan agama, filsafat, logika (mantik), metafisika, fisika,
dan kedokteran ( ISLMIA, Thn II No. 5/ April-Juni, 2005).
[5] Ia mendapat
julukan Hujjatu al-Islam, karena mampu menjadi pembela islam. Hujjatul Islam
dipercaya memberikan fatwa-fatwa, karena kemampuan yang dimilikinya serta
menelaah al-Qur’an dan al-Sunnah ( Zulkifli, 44-Gelar dalam Islam-2009)
[6] H.R Imam
Muslim, 2398
[7] Abdullah
Syihata, DA’wah Islamiyah, (Jakarta: 1986), hlm. 19
[8] Widji Saksono, Mengislamkan
Tanah Jawa Telaah Atas Dakwah Walisongo, (Bandung : MIZAN, 1995), Hlm. 71
Langganan:
Postingan (Atom)