Rabu, 08 Mei 2013

Makalah


Iman, Islam dan Ihsan
BAB I
I.             Pendahuluan
Setiap manusia yang diciptakan oleh Allah pastilah tidak sia – sia begitu saja tentu ada sebuah hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh mereka. Hidup cuma sekali matipun sekali untuk itu setiap individu haruslah dapat memanfaatkan waktunya semasa hidup di dunia, manusia diciptakan untuk beriman dan beribadah kepada Allah dan hal ini sudah menjadi kewajiban bagi setiap individu yang ada sejak dilahirkan hingga mencapai ke liang lahat.
Kita semua tentu tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia haruslah didasari dengan ilmu bila mereka menginginkan apa yang dilakukan tidak sia – sia. Oleh karenanya sebelum seseorang menjalankan iman, islam dan ihsan sebaiknya mengetahui akan ketiga hal tersebut, bila ketiga hal tersebut telah diketahui tentunya akan dengan mudah seseorang tersebut menjalankan iman, islam, dan ihsan seperti halnya sebelum kita menuju sebuah tempat terlebih dahulu kita harus mengetahui mana jalan yang harus kita laluhi supaya kita tidak tersesat menuju tujuan tersebut apabila memang belum mengetahui haerus menempuh jalan mana dan kita tetap harus menuju tempar tersebutkarena ada sesuatu yang pengting maka kita harus bertanya dengan seseorang, itu adalah sikap yang wajar yang dilakukan oleh manusia. Kali ini saya akan mencoba menjadi orang yang ditanyai demi membantu orang yang tersesat tentunya dalam kaitan penjelasan mengenai iman, islam dan ihsan.
II.          Rumusan masalah
a.)    Apakah iman, islam dan ihsan itu?
b.)    Bagaimana penjabarannya?
c.)    Bagaimana keadaan ketiga hal tersebut saat ini?



BAB II
I.             Pembahasan
A.           Pengertian Iman, Islam dan Ihsan
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره " قال : صدقت , قال : فأخبرني عن الإحسان , قال " أن تعبد الله كأنك تراه ,فإن لم تكن تراه فإنه يراك " قال , فأخبرني عن الساعة , قال " ما المسئول بأعلم من السائل " قال فأخبرني عن اماراتها . قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قال " يا عمر , أتدري من السائل ؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم " رواه مسلم
Artinya:
Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anh, dia berkata: ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putihberambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkantangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad,beritahukan kepadaku tentang Islam " Rasulullah menjawab,"Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya." Orang itu berkata,"Engkau benar," kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya Orang itu berkata lagi," Beritahukan kepadaku tentang Iman" Rasulullah menjawab,"Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk" Orang tadi berkata," Engkau benar" Orang itu berkata lagi," Beritahukan kepadaku tentang Ihsan" Rasulullah menjawab,"Engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu." Orang itu berkata lagi,"Beritahukan kepadaku tentang kiamat" Rasulullah menjawab," Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya." selanjutnya orang itu berkata lagi,"beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya" Rasulullah menjawab," Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan puterinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lomba mendirikan bangunan." Kemudian pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rasulullah berkata kepadaku, "Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?" Saya menjawab," Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahui" Rasulullah berkata," Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepadamu tentang agama kepadamu"  [ H.R Muslim no. 8 ]
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa islam dan iman adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syari’at. Namun terkadang, dalam pengertian syari’at, kata islam dipakai dengan makna iman dan sebaliknya. Ketiga hal tersebut sebenarnya merupakan hal yang amat penting dalam beribadah kepada Allah, tanpanya ibadah kita tak ada gunanya. Bila kita disuruh menjelaskan secara detail mengenahi hal tersebut pastinya semua tinta yang ada tak akan cukup untuk menuliskan penjelasan tersebut  dalam Alqur’anpun tidak cukup hanya satu surat untuk menjelaskan apakah sebenarnya iman itu, dimulai dari surat Al Baqoroh ayat 143, Al Anfal 2-4, surat An Nur 62 dan seterusnya.[1] Secara simpelnya dapat dimengerti bahwa iman adalah percaya, islam adalah perwujudan dari kepercayaan tersebut, ihsan adalah tindak lanjut dari keduanya bisa dibilang juga tingkatan ikhlas sepenuh hati dalam beribadah kepadaNYA.
B.            Perluasan Mengenai Konsep Iman, Islam dan Ihsan
Sebagai mana telah kita ketahui bahwa konsep iman, islam dan ihsan adalah berkelanjutan atau berkesinambungan, oleh karena itu apabila seseorang telah mencapai pada tahap yang pertama janganlah berhenti sampai situ tetapi harus dilanjutkan sampai tahap yang ke tiga yaitu ihsan. Konsep ihsan merupakan konsep kesejatian dalam beribadah kepada Allah SWT, orang yang sudah mencapai maqom ini saat melakukan ibadah tiada rasa pamrih entah itu demi mendapat pahala atau pujian dari teman sebaya yang ada hanyalah ikhlas untuk Allah tanpa menghiraukan akan mendapat pahala atau tidak.
Sekarang bagaimana caranya agar kita bisa mencapai maqom seperti ini tergantung pada sikap dan kepribadian kita masing - masing. Adapun beberapa tip dari pemakalah yaitu:
a.       Rasa takut dan harap
Berikut akan kami paparkan sebuah perkataan Al Ghazali (versi indonesia) yang insyaallah akan menjelaskan argumen kami mengenahi cara mencapai maqam tertinggi dalam ketiga hal di atas : “Rasa takut dan harap merupakan sebuah sayap yang dengan keduanya inilah orang – orang yang dekat dengan Allah terbang mencapai setiap maqam yang terpuji. Keduanya adalah kendaraan untuk melewati setiap rintangan berat dalam perjalanan menuju akhirat. Tidak ada yang bisa menuntun ke dekat Tuhan Yang Maha Pengasih – jika dia sendiri jauh dari jalur, berat beban, dan diliputi oleh hal – hal yang tidak disukai hati dan memberatkan anggota badan – kecuali secercah harapan. Tidak ada hal yang dapat menghalangi neraka jahim dan siksa yang pedih jika dia sendiri diliputi oleh berbagai syahwat dan kelezatan – kecuali cemeti ancaman. Karena itu, diperlukan penjelasan tentang hakikat kedua hal ini dan jalan untuk bisa menghimpun keduanya sekalipun keduanya merupakan dua hal yang kontradiktif.[2]
b.      Mengurangi berbuat dosa atau menekan hawa nafsu
Kita tentu telah mengetahui bahwa manusia diciptakan selain lengkap dengan akal juga diberi nafsu (rasa senang akan sesuatu) dimana bila sebuah nafsu dilakukan secara terus menerus tanpa adanya penekanan atau perlawanan dari kita maka kita termasuk orang – orang yang rugi. Adapun macam – macam hawa nafsu yang tertera dalam Al-Qur’an ada 7 tepatnya pada surat Ali Imron ayat 14 yaitu: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Ini adalah hal – hal yang perlu kita waspadahi jangan sampai kita terjerumus ke neraka hanya gara – gara menyenangi dan mengikuti hal – hal diatas.[3]
Menurut pemakalah cukup dua hal ini saja yang perlu dilakukan oleh muda mudi terutama manusia di zaman sekarang. Semisal dua saran diatas sudah terlaksana dengan cukup baik dijamin maqom Iman, Islam, dan Ihsan telah benar – benar difahami dan dijalankan dengan cukup baik, meskipun konsep yang ditawarkan oleh pemakalah kurang begitu lengkap dan sempurna tetapi itu tidak membuat perkara itu janggal untuk dilakukan.
C.            Studi Kasus
Kita tentu mengetahui bagaimana keadaan manusia zaman sekarang terutama muda – mudi. Mengapa yang disorot oleh pemakalah adalah muda – mudi kerena merekalah yang cenderung melupakan atau belum mengetahui bagaimana sebenarnya pelaksanaan dari iman, islam dan ihsan. Lihat saja para pemuda disekitar kita banyak yang melalaikan kewajiban bahkan banyak yang melarang pantangan agama hal ini disebabkan kekurang praktekan mereka akan konsep iman, islam dan ihsan. Banyk yang minum minuman keras ngakunya islam, tidak solat ngakunya islam, puasa males ngakunya islam, berzina ngakunya islam, perpelukan dengan yang bukan muhrim ngakunya islam, berduaan di tempat sepi (khalwat) ngakunya islam? Apa ini sebenarnya islam pada zaman sekarang ?
Pemakalah tidak memungkiri akan adanya muda – mudi yang tidak bersifat seperti demikian tetapi sangat jarang. Para pemuda mempunyai berbagai begron (latar belakang) tetapi anehnya yang dulunya jebolan pesantrenpun bisa tergiur dengan hal – hal yang tidak islami hanya gara – gara bergaul dengan anak yang bukan pesantren. Ibarat burung yang lepas dari sangkar, itulah alasan mereka yang melakukan demikian. Dulu sewaktu di pesantren mau begini begitu tidak boleh kini setelah keluar mau bertindak sesukanya, Astagfirullah semoga hal yang demikian tidak terjadi pada para pembaca sekalian. Kalu pemakalah boleh bilang hal yang demikian telah disebutkan kok bisa terjadi karena mereka belum mempraktekkan konsep ihsan dalam hidup jadi mereka hanya sekedar mempraktekkan konsep iman dan berhenti pada konsep islam sehingga mereka sampai – sampainya berbuat yang demikian. Allah maha pengampun atas segala dosa, inilah dalil yang sering terucap dari mulut para pelaku.
Sebenarnya apabila konsep ihsan sudah tertancap pada diri masing – masing orang islam tentunya kesejahteraanlah yang bakalan muncul dalam masyarakat dan keikhlasanlah yang muncul dalam beribadah pada Tuhan Yang Maha Esa, dengan modal menjalankan ketiga konsep ini dalam kehidupan sehari – hari pastilah tak ada orang yang berani berbuat maksiat apalagi murtad. Yakin dengan adanya Tuhan dan segala kehendaknyalah merupakan modal utama orang islam dalam sukses kehidupan baik dunia maupun akhirat. Satu hal lagi yang perlu diketahui bahwa dengan orang percaya dan cinta kepada Allah dan Rosulnya seseorang tersebut akan mendapatkan manisnya iman, adapun secara lengkapnya bisa menyimak hadits berikut:
صحيح البخاري - (ج 1 / ص 26 (
15 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw bersabda tiga hal seseorang akan memperoleh manisnya iman; ketika seorang hamba menjadikan Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya, ketia ia mencintai seseorang hanya karena Allah, dan ketika ia membenci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci akan dicampakkan ke dalam neraka.

II.          Penutup
Demikianlah penjelasan dari pemakalah mengenahi iman, islam dan ihsan bila ada hal yang bisa diambil manfaat maka jangan segan segan mengambil manfaat darinya bila merasa kurang puas denganm penjelasan tersebut para pembaca bisa mempelajari sendiri dalam referensi yang kami tampilkan. Tentunya pasti ada kekurangan dari makalah yang dipapakarkan oleh pemakalah untuk itu pemakalah memohon maaf atas segala kesalahan dan kekeliruan yang ada dalam makalah ini.















Daftar Kepustakaan
Hawwa,Sa’id, Intisari Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali Mensucikan Jiwa, Jakarta: Robbani Press, 2005.
Mahali, A. Mudjab, Konsepsi Manusia Sempurna Kajian Tentang Iman, Islam, dan Ihsan, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1987.
Muhammad, Al alamah Jalaludin dan Jalaludin Abdurrahman, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Surabaya: Darul Ilmi, ttb.
Efendi , Sofyan, HaditsWeb disusun sejak tanggal 27 Maret 2006.



[1] A. Mudjab Mahali, Konsepsi Manusia Sempurna Kajian Tentang Iman, Islam, dan Ihsan, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1987, hlm. 37-46
[2] Sa’id Hawwa, Intisari Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali Mensucikan Jiwa, Jakarta: Robbani Press, 2005, hlm. 342
[3] Al alamah Jalaludin Muhammad dan Jalaludin Abdurrahman, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Surabaya: Darul Ilmi, hlm. 48

Model Dakwah Berbasis Budaya (Model Dakwah Sunan Kalijaga Sebagai Perwujudan Model Dakwah Berbasis Budaya)


Model Dakwah Berbasis Budaya
(Model Dakwah Sunan Kalijaga Sebagai Perwujudan Model Dakwah Berbasis Budaya)

BAB I
I.              Pendahuluan
Dakwah adalah sebuah proses penyebaran agama islam kepada khalayak ramai. Tentunya selayaknya sebuah proses juga membutuhkan metode ataupun cara – cara yang jitu untuk dapat tersebar, adapun metode yang paling sesuai yaitu metode yang menganut sistem sikon (sesuai dengan situasi dan kondisi) juga tidak ketinggalan toleransinya. Kondisi daerah setempat sangan menentukan mau menggunakan cara apakah seseorang dalam berdakwah, tidak memungkiri juga bahkan kebudayaan setempat kadangkala dimasukkan dalam model berdakwah, memang sejatinya yang akan disampaikan bertentangan dengan kebudayaan yang ada tetapi di sini uniknya bagaimanakah sang da’i bisa mengkorelasikan kebudayaan dengan dakwah tentunya tanpa menghilangkan nilai – nilai luhur yang ada dan terus ingat bahwa dakwah adalah mengislamkan seseorang yang belum islam untuk menjadi islam dan menjadikan orang yang islamn menjadi benar -  benar islam bukan sekedar islam KTP.
Dunia dakwah penuh rintangan seperti halnya dunia kita hidup ini. Itu karena dengan berprilaku sehari – hari (islami) kita telah berdakwah yaitu memberi contoh untuk berperilaku yang baik pada orang lain spesifiknya orang yang ada di sekitar kita, oleh karena itu unsur budaya yang selalu dominan dikerjakan oleh manusia sekitar menjadi sebuah jalan yang amat berpeluang dalam berdakwah. Kali ini sang pemakalah akan mencoba mengkaji model dakwah berbasis budaya, bagaimanakah natinya budaya ini dijadikan model dakwah dan bagaimana dakwah bisa membahur dengan budaya akan diterangkan pada maklah ini.
II.           Rumusan Masalah
a)      Siapakah sang sunan kali jaga itu?
b)      Bagaimana dia berdakwah di jawa?
c)      Apa sajakah rahasia dibalik hal yang dia lakukan?
                                                         
















BAB II
I.              Pembahasan
A.  Sosok Sunan Kalijaga
Nama asli beliau adalah Raden Syahid dan disebut pula Syaikh Malaya karena beliau adalah putra Tumenggung Melayukusuma[1] di Jepara. Sunan kali jaga juga terkenal dengan julukan Brandal Lokajaya, seorang yang semula menjalani kehidupan gelap, sesat dan jahat. Berkat dakwah Sunan Bonang, Brandal Lokajaya bertobat ke jalan yang benar, bahkan menjadi seorang utama yang berhak menyandang gelar kehormatan, yaitu sebagai wali penutup dan wali pusat. Sesuai dengan kedudukan tersebut, ia memang sangat populer, terkenal, bahkan melebihi kemasyhuran guru – gurunya.
Di hutan Jatisari itulah Raden Syahid menjadi pembegal yang kejam Janma mara janma mati, siapa yang menjadi korbannya tentu binasa terutama bila berani menolak permintaannya. Sebutan Sunan Kalijaga diberikan kepadanya karena ia telah bertapa dan menelusur ke hilir sepanjang sungai kecil di daerah Cirebon. Dengan demikian beliau seperti penkjaga kali layaknya.
Sunan Kalijaga sangatlah terkenal disegala lapisan masyarakat Jawa. Beliaulah yang paling banyak mendekati serta bergaul dengan raja – raja, para penguasa, dan orang – orang besar. Disamping itu, beliau memiliki lingkup pergaulan dengan rakyat jelata dan orang – orang kecil di desa – desa. Beliaulah yang dihormati oleh istana dan sebaliknya melekat pula di hati rakyat jelata yang bukan hanya menghargai, tetapi juga memuja – muja karena cinta.[2]
Sunan Kalijaga dilukiskan hidup dalam empat era pemerintahan. Yakni masa Majapahit (sebelum 1478), Kesultanan Demak (1481-1546), Kesultanan Pajang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram (1580-an). Begitulah yang dinukilkan Babad Tanah Jawi, yang memerikan kedatangan Sunan Kalijaga ke kediaman Panembahan Senopati di Mataram.
Tak lama setelah itu, Sunan Kalijaga wafat. Jika kisah itu benar, Sunan Kalijaga hidup selama sekitar 150-an tahun! Tapi, lepas dari berbagai versi itu, kisah Sunan Kalijaga memang tak pernah padam di kalangan masyarakat pesisir utara Jawa Tengah, hingga Cirebon. Terutama caranya berdakwah, yang dianggap berbeda dengan metode para wali yang lain.
B.  Dakwah Sunan Kalijaga
Ia memadukan dakwah dengan seni budaya yang mengakar di masyarakat. Misalnya lewat wayang, gamelan, tembang, ukir, dan batik, yang sangat populer pada masa itu. Babad dan serat mencatat Sunan Kalijaga sebagai penggubah beberapa tembang, diantaranya Dandanggula Semarangan – paduan melodi Arab dan Jawa.
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul - gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun - alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Kanjeng Sunan lebih suka menggunakan bahasa Jawa, bukan berarti beliau tidak suka dengan bahasa Arab, atau bahasa Melayu. Beliau lebih sreg dengan menggunakan bahasa Jawa. Pesan - pesan beliau yang tertulis juga menggunakan bahasa Jawa, didalam realitasnya, beliau mampu memberikan teladan kepada masyarakat sekitarnya. Beliau pernah menyampaikan sebuah pesan terkait dengan dakwahnya yang berbunyi:”
“Yen wis tibo titiwancine kali - kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon ilang wirange mangka enggal - enggala tapa lelana njlajah desa milang kori patang sasi aja ngasik balik yen during olih pituduh (hidayah) saka gisti Allah” Yang artinya kurang lebih sebagai berikut: “Jika sudah tiba jamannya di mana sungai-sungai hilang kedalamannya (banyak orang yang berilmu yang tidak amalkan ilmunya), pasar hilang gaungnya (pasar orang beriman adalah masjid, jika masjid-masjid tiada azan, wanita-wanita hilang malunya (tidak menutup aurat dan sebagainya) maka cepat-cepatlah kalian keluar 4 bulan dari desa ke desa (dari kampung ke kampung), dari pintu ke pintu (dari rumah ke rumah untuk dakwah), janganlah pulang sebelum mendapat hidayah dari Allah Swt.
Tidak hanya kanjeng Sunan Kalijogo yang menyampaikan dakwahnya menggunakan pendekatan budaya. Sunan Drajat juga menggunakan pendekatan budaya. Sudan Drajat lebih suka menyampaiak pesan al-Qur’an dan hadis dengan menggunakan bahasa Jawa” sebagaimana dicatat oleh sejarah:” Menehono teken wong kang wuto (buta), Menehono pangan marang wong kang luwe (kelaparan), menehono busono marang wong kang wudo (telanjang), menehono ngiyup marang wong kang kaudanan (kehujajan).[3]
Filsafat dakwah para ulama’ terdahulu mendahulukan moral (Haliyah), sehingga lebih mengena terhadap sasaran atau tujuan. Para ulama’ itu juga sangat cerdas di dalam melakukan pendekatan, sebagaimana Nabi melakukan dakwahnya ketika di Makkah. Para ilmuan, seperti Fahruddin al-Rozi,[4] Ibnu Kholdun, al-Ghozali,[5] al-Nawawi senantiasa mengunakan pola yang sedang berkembang kala itu. Semua fikiran (ilmu)nya dituangkan dalam sebuah karya ilmiyah, yang selanjutnya dapat dinikmati hingga saat ini.
Mereka telah tiada, tetapi buah pikiranya masih sangat terasa, bahkan dibaca oleh jutaan manusia dibelahan dunia. Mereka perintis kebaikan, mewarisi ilmunya para Nabi, dan melanjutkan cita - cita Nabi. Sudah pasti, mereka memperoleh aliran pahala (royalti) dari jerih payahnya selama merintis kebaikan kala itu. Nabi pernah menuturkan:” Barang siapa merintis (sunnah) kebaikan didalam agama islam, kemudian kebaikan itu dilakukan, maka ia akan memperoleh pahala, serta memperoleh pahala kebaikan orang yang melakukanya sepeninggalnya”.[6]
C.  Rahasia Dibalik Dakwah Sunan Kalijaga
Dalam berdakwah sang Sunan memegang prinsip yaitu islam berjalan dengan periode yang berbeda – beda sebagaimana perjalanan makhluk hidup.[7] Untuk itu beliau tidak menghilangkan unsur – unsur kebudayaan yang ada pada masyarakat setempat dan lebih bagus lagi ketika beliau dalam berdakwah mempergunakan hal yang disukai masyarakat setempat misalnya wayang barongan (tegal), pantun (pajajaran), wayang kulit (Jatim) dan sebagainya.[8]
Islam penutup dari agama – agama Allah, dia dijadikan sesuai untuk seluruh perobahan kehidupan manusia dalam berbagai bentuk pertumbuhan dan tingkatan. Terus bagaimanakah cara kita untuk membuat hal tersebut bisa diterima oleh masyarakat luas bila kita tidak bisa memadukan unsur budaya dengan cara berdakwah. Dakwah Sunan kalijaga ini amatlah merasuk dan mudah diterima oleh khalayak dikarenakan sang Sunan berhasil mengemas nilai nilai islam yang ada dengan berkedok (berbahur) terhadap hal yang disukai oleh masyarakat setempat.
Sekarang kalo sang sunan bisa melakukan hal tersebut dan tentunya kita telah mengetahui mengapa Sunan menggunakan cara tersebut, maka kita tentunya harus bisa meniru perilaku yang demikian ini yaitu harus bisa meneruskan perjuangan beliau untuk membesarkan agama islam atau dalam istilah jawa yaitu nguri – nguri.
Di era modern, dunia sudah menjadi satu, busana laki-laki dan wanita sulit untuk dibedakan. Nama laki-laki sering dipakai oleh seorang wanita, begitu juga sebaliknya. Pola fikirnya juga tidak jauh berebda antara kaum hawa dan lelaki. Yang membedakan hanyalah kodratnya wanita yang masih melahirkan, walaupun ahir-ahir ini kaum wanita mulai menggugat dengan “‘Revolusi Seksual”. Mereka tidak ingin menikah, mereka bisa memiliki anak tanpa harus menikah, mereka menggugat kesakralan penikahan.
Pergaulan muda-mudi seringkali kebablasan, dan sulit dikontrol lagi, bahkan sampai berbuat kriminal. Orang sibuk mencari rejeki dikota-kota besar, bahkan pergi keluar Negeri untuk mengadu nasib, tanpa memperdulikan tuhan sang pemberi rejeki. Mereka lupa, bahwa tuhanlah yang menghendaki dan merubah dunia dan isinya. Orantua tega membunuh anaknya sendiri, begitu juga sebaliknya. Yang kuat selalu berkuasa dan berbuat semena-mena, dan yang miskin selalu tertindas, semakin hari semakin menjerit.
Yen wis tibo titiwancine kali-kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon ilang wirange mangka enggal - enggala tapa lelana njlajah desa milang kori patang sasi aja ngasik balik yen during olih pituduh (hidayah) saka gisti Allah.
Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan, sudah saatnya bertapa (puasa) untuk mencari petunjuk-Nya. Sholat malam, puasa sunnah, menjalankan sholat lima waktu, memohon kepada-Nya ditenggah keheningan malam agar memperoleh hidayah-Nya. Seringkali renungan ditenggah malam mampu menembus langit, sehingga tuhan berkenan memberikan methode ampuh, yang kemudian bisa untuk menyampaikan pesan-pesan al-Qur’an dan Sunah kepada masyarakat.
Internet, TV, dan juga Media masa adalah salah satu media atau alat untuk menyampaikan pesan-pesan tuhan dan Nabi di muka bumi. Dan ini adalah dakwah di dunia modern, bukan berarti meninggalkan cara-cara klasik, seperti ngaji (halakoh) di masjid-masjid atau musolla. Karena methode klasik ini masih relevan, perlu dipertahankan dan lestarikan. Namun, terus mencoba mencari terobosan baru di dunia modern ini, seperti mengenalkan Nabi dengan layar lebar, atau membuktikan ke-ilmiyahan al-Qur’an dan dawuhnya Nabi. Dengan harapan, semua itu dapat merubah moral generasi bangsa menjadi lebih baik.
Njlajah desa milang kori patang sasi aja ngasik balik yen during olih pituduh (hidayah) saka gusti Allah. Di dunia Modern, tehnologi dan informasi menjadi alat untuk menjelajahi dunia maya (internet), dengan menulis pesan-pesan tuhan lewat internet, agar semua orang bisa membaca dan mengambil manfaatnya. Dan ini adalah cara terbaik, di era modern dan internitasi. Dakwah kita terus kita perbaiki dengan inovasi, sehingga menarik dan bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Yang lebih penting lagi, senantiasa berdo’a siang dan malam, agar mendapatkan petujuk dan pertolongan-Nya.

II.           Kesimpulan
Sunan kalijaga berhasil membuat inofasi dan menggelegar dunia pada masanya, yaitu berhasil menyebarkan agama islam dengan cara yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Untuk bisa seperti itu diperlukan pemikiran yang amat jenius juga perlu membahur dengan masyarakat setempat, jadi sebagai penerus perjuangan beliau sebaiknya kita juga harus bisa menemukan cara yang jitu dalam menyebarkan nilai – nilai islam yang luhur pada masyarakat. Janganlah mudah menyerah dan jangalah mudah puas dengan hal yang telah kita lakukan, bila kita bisa lebih mengapa tidak kita wujudkan.
Tentunya seseorang yang berdakwahwah haruslah mempunyai ilmu yang memadahi supaya tidak keliru dalam menyalurkan ilmu – ilmu agama dan semakin banyak ilmu seseorang maka akan semakin berwibawalah orang tersebut sehingga semakin baiklah ia menyampaikan dakwahnya.


















Daftar Kepustakaan
Saksono, Widji, Mengislamkan Tanah Jawa Telaah Atas Dakwah Walisongo, Bandung : MIZAN, 1995
Ihsan, Hodayat, Sunan Drajat dalam Legenda dan Sejerahnya, 36- 2002, tanpa Penerbit
Syihata, Abdullah, DA’wah Islamiyah, Jakarta: 1986
Saksono, Widji, Mengislamkan Tanah Jawa Telaah Atas Dakwah Walisongo, Bandung : MIZAN, 1995



[1] Tumenggung Melayukusuma semula berasal dari seberang, keturunan seorang ulama’ negeri atas angin yang setelah ke jawa diangkat menjadi adipati Tuban oleh Sri Prabu Brawijaya, sehingga ia berganti nama menjadi Tumenggung Wilatikta (majapahit). Kemungkinan besar Tumenggung Wilatikta adalah seorang emigran Jawa pada koloni Jawa di Malaka, yang telah memeluk agama islam di  Malaka, kemudian dia kembali lagi dan seterusnya menetap di Jawa.
[2] Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa Telaah Atas Dakwah Walisongo, (Bandung : MIZAN, 1995), Hlm. 30-32
[3] Hodayat Ihsan, Sunan Drajat dalam Legenda dan Sejerahnya, 36- 2002, tanpa Penerbit.
[4] Beliau mendapat julukan Syaih al-Islam, karena otoritas keilmuan yang dimiliki dalam lintas disiplin ilmu seperti; al-Qur’an, al-Hadis, tafsir, fikih, usul fikih, sastra Arab, perbandingan agama, filsafat, logika (mantik), metafisika, fisika, dan kedokteran ( ISLMIA, Thn II No. 5/ April-Juni, 2005).
[5] Ia mendapat julukan Hujjatu al-Islam, karena mampu menjadi pembela islam. Hujjatul Islam dipercaya memberikan fatwa-fatwa, karena kemampuan yang dimilikinya serta menelaah al-Qur’an dan al-Sunnah ( Zulkifli, 44-Gelar dalam Islam-2009)
[6] H.R Imam Muslim, 2398
[7] Abdullah Syihata, DA’wah Islamiyah, (Jakarta: 1986), hlm. 19
[8] Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa Telaah Atas Dakwah Walisongo, (Bandung : MIZAN, 1995), Hlm. 71